Aku
tak mengenal Sastra, dan dengan angkuh tak ingin mengenalnya sama sekali, dua,
tiga, empat, atau tujuh kali. Aku tak tau apa Sastra kah. Aku, tak terlahir
dari rahim seorang perempuan yang dunia mengenalnya sebagai manusia sastra,
sastrawan. Juga, pembuah pengisi rahim seorang yang sampai sekarang aku
memanggilnya Emak, bukanlah seorang yang disebut sastrawan. Lingkungan di mana
aku hidup, di mana aku tinggal, dan di mana aku menetap, atau pun di mana aku
singgah sesaat, tiada yang ku anggap sebagai lingkungan sastra. Sebentar,
kalimat terakhir tadi bagiku agak janggal tanpa sebab. Aku bahkan baru kali ini
menyebut-tuliskan kata lingkungan sastra selama hidupku. Baiklah, sementara
abaikan saja istilah itu, dan biarkan satu sebab tiba-tiba muncul untuk
meredakan kejanggalanku ini; Aku tak mengenal Sastra. Cukup?
Aku
tak menyukai sastra. Orang-orang yang menganggap diri mereka adalah sastrawan adalah para
pembual, pembohong. Mereka mengeluarkan kata-kata yang terlahir dari otaknya,
bukan hatinya. Sampai pada ini, seorang yang dianggap dan akhirnya mengaku
bahwa dirinya adalah Sastrawan Musliman, tiba-tiba jengkel dan tak terima kalau aku menyatakan bahwa
sastrawan adalah pembual yang kebanyakan perkataannya adalah berasal dari otak
dan bukan hatinya. Baik, biarkan Sastrawan Musliman itu pergi saja sebelum
akhirnya ia sadar bahwa kalimatku itu juga menjadikannya ingin menulis sebuah
cerita tentang seorang pemuda yang tak mampu berhasil di bidang apapun sehingga
membuatnya gila dan mengeluarkan kata-kata semaunya. Oke, sudah cukupkah, Pak
Sastrawan Musliman? Hmmm.. Kalian tanyai saja dia kenapa aku menulis
penyebutannya dengan Sastrawan Musliman dan bukannya Muslim saja, Muslimun,
Muslimin, atau Muslimat. Semoga dia sedang punya banyak rokok sehingga ketika
menjawab tanya kalian dia sekaligus menawari kalian rokok. You’re girl? Well..
come here and I’ll fuck you all night!
Sampai
di sini, bagaimana kalau tulisan ini aku terbitkan dulu di tumblr-ku? Baik, aku
memang tak sedang menanyai kalian. Aku menanyai perempuan yang sudah setengah
telanjang di sebelahku ini.
See!
“..puisikan hidupmu dengan setetes
sperma,
dan sastrawankan dirimu karenanya.”